MAKASSAR, MERATA.NET – Kasus UU ITE Dosen Ramsiah Tasruddin kini mendapatkan kepastian hukum setelah 4 Tahun atau 55 bulan menghadapi upaya kriminalisasi, dan lebih dari 2 Tahun ditetapkan sebagai tersangka Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Polres Gowa akhirnya menerbitkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/119.ill/2022 Reskrim tentang Penghentian Penyidikan terhitung mulai tanggal 03 Februari 2022. dengan alasan Tidak Cukup Bukti.
Advokat Publik LBH Makassar Penasehat Hukum Ramsiah, Abdul Azis Dumpa mengatakan kasus yang dialami Ramsiah
bermula saat ia yang bekerja sebagai Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dilaporkan ke Polres Gowa pada Juni 2017.
Ramsiah dilaporkan setelah melakukan kritik terhadap tindakan Nursyamsyiah (Wakil Dekan Ill FDK UIN Alauddin saat itu), yang melakukan pemberhentian dan penutupan siaran Radio Syiar.
“Tindakan tersebut dinilai Ramsiah bukan merupakan tupoksi dari Wakil Dekan ll. Kritik tersebut dibuat melalui percakapan WhatsApp Grup (WAG) SAVE FDK UIN ALAUDDIN yang terbatas antara Dosen dan diperuntukkan untuk membahas masalah internal Fakultas, dimana Nursamsyiah sebagai pelapor tidak berada dalam WAG tersebut,” ucap Abdul Azis Dumpa.
Atas laporan tersebut, kata Abdul Azis Dumpa, Polres Gowa telah menetapkan Dosen Ramsiah sebagai Tersangka pada tahun 2019. Namun Ramsiah jelas tidak mundur selangkahpun menghadapi tuduhan yang dialamatkan padanya, yang prosesnya dinilai cenderung dipaksakan dan berlarut-larut.
“Penghentian penyidikan dalam kasus ini dengan alasan tidak cukup bukti, mempertegas penilain LBH Makassar selaku kuasa hukum bahwa kasus ini sejak awal seharusnya dihentikan dan tidak dipaksakan, sebab pada faktanya komentar yang disampaikan di WAG adalah bentuk kebebasan berkepresi dan akademik, tidak bermuatan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) UU ITE,” ujarnya.
Selain itu, kata dia penyidikan yang dipaksakan dapat dilihat dari proses penyidikan yang berlarut-larut, penyidik bahkan membuat dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berbeda sebanyak 4 kali kepada Jaksa, dan Jaksa tetap mengembalikan SPDP tersebut karena penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk Jaksa yang menilai berkas perkara tidak memenuhi syarat materil dan formil.
Terlebih saat dikeluarakannya Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan POLRI tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE Dalam SKB ini, jelas dan tegas menyebutkan, “Bukan merupakan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik bila konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas seperti grup percakapan keluarga, kelompok perte manan akrab, kelompok profesi, gup kantor, gup kampus atau institusi pendidikan.”
“Terlepas dari telah ada kepastian hukum melalui SP3, Proses hukum yang yang dilakukan oleh Polres Gowa yang terbilang cukup panjang ini, telah bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan baiaya ringan, Dosen Ramsiah, telah mengalami kerugian baik secara materil maupun psikis. Dan tentu menjadi preseden buruk dalam pegakan hukum,” tutupnya.
Berdasarkan uraikan diatas, YLBHI LBH Makassar menyatakan:
- Polri harus mekukan evaluasi terhadap jajarannya khususnya Polres Gowa agar berhati-hati dalam menindaklanjuti laporan terkait pasal-pasal karet UU ITE, karena faktanya UU ITE sering digunakan untuk mengkriminalisasi hak kebebasan berkspresi yang sah dan proses penyidikan cenderung dipaksakan.
- Meminta Polres Gowa untuk menyampaikan kepada Publik secara resmi terkait Penghentian Penyidikan ini, sebagai bentuk pemulihan terhadap harkat dan martabat Ramsiah Tasruddin.
- Meminta Kepada Rektor UIN Alauddin untuk mengevaluasi prosedur penyelesaian masalah internal dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk melindungi dan menjamin kebebasan akademik dan demokrasi di kampus.
- Kepada masyarakat agar dalam menanggapi segala bentuk kritik dan ekspresi yang diterima dengan tidak menggunakan pasal karet UU ITE dan mengutamakan upaya-upaya diluar
proses hukum untuk menjaga demokrasi. - Mendesak Pemerintah dan DPR RI mengambil langkah kongkrit, serius dan segera untuk merevisi pasal-pasal karet yang terdapat dalam UU ITE yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan menjadi alat kriminalisasi yang bertentangan dengan jaminan Hak Kebebasan Berpendapat, Berekspresi dan juga kebebasan Akademik yang dilindung Konstitusi. (Dar)