Home / Hukum

Jumat, 7 Juni 2024 18:00- WIB

Konflik Perbatasan Pemukiman dengan PT Pertamina dan Pearl Flour Mills, Warga Ujung Tanah Terancam Tergusur

Aksi unjuk rasa warga ujung tanah.

Aksi unjuk rasa warga ujung tanah.

MAKASSAR, Merata.Net – Tercatat ada 61 unit bangunan milik warga yang
dihuni oleh ratusan warga yang terletak tepatnya di Jalan Kalimantan dan
Jalan Ujung Tanah terancm tergusur.

Titik konflik ini tepatnya berada persis
di balik tembok Wilayah Depot PT. Pertamina dan bangunan perusahaan
Eastern Pearl Flour Mills.

Perkara ini bergulir sejak 13 Mei 2024, yang dipicu pada saat adanya surat
teguran yang dilayangkan oleh pihak Kelurahan Ujung Tanah dengan nomor
surat 19/UT/V/2024 tertanggal 16 Mei 2024 yang bertanda tangan oleh Ir.
Ridwan. K, MM.

Melalui surat, berisikan perintah agar seluruh warga yang menempati wilayah
tersebut untuk angkat kaki. Termuat dalam surat, pihak Kelurahan
mengklaim bahwa tanah yang ditempati oleh Warga merupakan aset daerah
milik Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.

Surat Teguran yang berisi perintah
ini dikirimkan secara bertahap, masing-masing pada tanggal 13 Mei 2024 dan 16 Mei 2024.

Warga baru mengetahui adanya rencana penggusuran akan dilakukan
setelah menerima surat teguran tanggal 13 Mei 2024.

Tidak ada sosialisasi atau penyampaian kepada Warga terlebih dahulu oleh Pemerintah setempat.

“Awalnya kami tidak mengetahui rencana penggusuran. Infonya
kami ketahui setelah adanya surat yang dikirim secara mendadak.
Ketika kami ingin meminta klarifikasi, pihak Kelurahan malah
menghindar,” tutur Lukman sebagai Warga terdampak.

Hal ini direspon oleh Warga, aksi protes dituai oleh surat tersebut. Pasalnya
tanah yang ditempati oleh Warga sejatinya telah ditempati berpuluh tahun
lamanya dan dengan secara tidak berperikemanusiaan Pemkot masuk
dengan mengusik dan memaksa Warga untuk angkat kaki.

Seharusnya, Pemerintah Kota Makassar memberikan perlindungan kepada
warga. Seharusnya pihak Kelurahan menempuh jalur atau mekanisme
hukum yang berlaku bilamana adanya klaim hak atas tanah, maka harus
ditempuh melalui jalur peradilan.

Patut untuk diuji, dalam sengketa hak milik terkhusus sengketa keperdataan,
dalam mengeksekusi satu perkara tentu wajib untuk menempuh jalur
peradilan dan dengan tidak secara sepihak melakukan proses eksekusi secara
paksa.

Pemkot secara terang menganulir hak ratusan Warga Ujung Tanah, ini
dikarenakan tanah yang ditempati warga merupakan tanah milik
(Almarhum) A. Lamakuasseng yang berasal dari hak adat yang kemudian
menjadi titik awal peralihan hak kepada Warga sehingga menempati tanah
tersebut selama puluhan tahun.

Baca Juga  Isu Pelantikan Komisioner KPID Sulsel, KJPP: Kalau Dilantik, Gubernur Melanggar Aturan

Protes Warga Menuntut Pertanggungjawaban Pemerintah Kota
Pada tanggal 6 Juni 2024, Warga berbondong mendatangi Kantor DPRD
Kota Makassar dan Kantor Walikota Makassar, sebagai konstituen warga
menilai memiliki hak untuk tinggal di tanah tanah miliknya.

Wujud nyata dalam menyuarakan hak, aksi protes ini berlangsung, Warga dengan tegas menolak perintah pengosongan lahan termaksud setidaknya paling lambat
pada tanggal 7 Juni 2024.

Lontaran aspirasi ini berawal di Dinas Pertanahan di Kantor Pemerintah Kota
Makassar, salah seorang pejabat menemui massa aksi dan menerangkan
bahwa akan ada rapat pembahasan terkait kasus yang sedang dialami oleh
Warga Ujung Tanah.

“Bapak Ibu sekalian, kami akan menunda penggusuran. Kami akan
melakukan RDP dengan berbagai pihak hari Senin,” ujar Ismail selaku
Kabid Pertanahan Pemkot di depan massa aksi.

Warga sempat berdialog di ruangan tertutup bersama pihak Dinas
Pertanahan Kota Makassar. Dialog ini diwakili oleh 5 orang Warga dan 5 orang
Pendamping. Setelah melakukan dialog, Warga bergeser ke gedung DPRD
Kota Makassar. Setibanya disana, Warga menerobos masuk ke ruangan Rapat
Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Makassar.

Perwakilan DPRD Kota Makassar yang menemui Warga, mempertegas apa
yang disampaikan Pihak Dinas Pertanahan Kota Makassar.

Pihak DPRD Kota Makassar menambahkan akan memanggil berbagai stakeholder terkait dalam RDP tersebut.
Gagalnya Pemkot Memahami Instrumen HAM – Anti Penggusuran
Negara/Pemerintah Kota Makassar memiliki kewajiban untuk menghormati
Hak atas tempat tinggal yang layak bagi warganya.

Merujuk pada standar norma dan pengaturan Komnas HAM No. 11 tentang Hak Atas Tempat Tinggal
Layak, poin ke 92 mengatakan bahwa:
“Negara tidak boleh melakukan penggusuran paksa yang berdampak atas kehidupan atau kelangsungan kehidupan setiap orang. Praktek penggusuran paksa tanpa konsultasi yang nyata
(genuine consultation), kompensasi, dan pemukiman kembali (resettlement) yang layak merupakan pelanggaran atas kewajiban negara untuk menghormati.”

Baca Juga  Dirlantas Polda Sulsel Imbau Pengantar Jenazah Tertib Berlalulintas, Polisi Siapkan Pengawalan Secara Gratis

Lebih rinci, Pemerintah Kota Makassar wajib melindungi hak atas tempat
tinggal yang layak bagi warganya diatur dalam aturan Komnas HAM No. 11
Tentang Hak Atas tempat Tinggal Layak, pada poin ke 95 menegaskan
bahwa:
“Kewajiban untuk melindungi mengharuskan negara bertindak aktif
untuk melindungi HAM, baik terhadap pelanggaran atau tindakan
yang dilakukan oleh entitas atau pihak non-negara, termasuk
individu, kelompok masyarakat, atau korporasi.”

Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Kovenan Internasional Hak
Ekosob, yang diratifikasi melalui UU No. 11 tahun 2005 terkait pemenuhan Hak
Perempuan sebagai kelompok rentan atas praktik diskriminasi oleh negara
dan aktor non-negara dan menjadi korban penggusuran dan konflik
pembangunan infrastruktur yang berdampak terhadap hak atas tempat
tinggal yang layak.

Maka kewajiban warga negara seharusnya: “Negara dilarang melakukan diskriminasi, dan harus memperlakukan secara setara (equal) dalam merealisasikan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak atas tempat tinggal yang layak
merupakan bagian dari hak atas standar hidup yang layak.

Jika penggusuran tetap terjadi, Warga tidak hanya kehilangan tempat
tinggal, tetapi kehilangan akses pencarian nafkah, serta pendidikan yang
layak bagi anak-anak mereka.

“Jika kami digusur, bagaimana makan kami sehari-hari, belum lagi
anak sekolah, dulu sekolah gratis, sekarang dibayar, dari mana kami
harus mencari? Belum lagi bayar sampah, kami juga tidak pernah
mendapat bantuan sosial,” keluh Ibu Muna salah satu warga terdampak

Hingga kini, perkara ini terus bergulir. Warga Ujung Tanah merupakan
deretan korban upaya penyingkiran dari ruang hidup dan akan menjadi
bagian kisah dari Warga Bara-Baraya dan Beroanging, yang akan tersingkir
dari ruang penghidupannya.

Praktik penggusuran atau perampasan ruang hidup yang dilakukan oleh negara atau pemerintah kota, bukan pertama kalinya di Kota Makassar. Alih-alih melindungi dan mensejahterakan warga
negaranya, malah mengutamakan pembangunan infrastruktur dan
kepentingan perusahaan.

“Praktik penggusuran ini pun tanpa
melibatkan masyarakat terdampak dan melakukan intimidasi dengan melibatkan aparat keamanan,” pungkas Melisa Ervina PBH LBH Makassar. (*)

Share :

Baca Juga

Hukum

Polrestabes Makassar Cabut Status Tersangka Owner Pallubasa Serigala

Hukum

Dirlantas: Ops Lilin Pallawa 2024 Sulsel Berakhir dengan Capaian Positif

Hukum

Wakapolres Enrekang, Kompol Sulkarnaen Pantau Pospam Nataru di Kecamatan Alla

Hukum

Nataru 2024-2025, Polda Sulsel Siagakan 518 Personel Lalulintas dan Dirikan 100 Pos Pengamanan

Hukum

Kapolrestabes Makassar bersama Ketua Bhayangkari Hadiri Acara Syukuran HUT Polwan Ke – 76 Polda Sulsel di Dalton

Hukum

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib Pimpin Pemusnahan Knalpot Brong

Hukum

Satlantas Polres Bone Kembali Tertibkan Aksi Balap Liar, 6 Motor Diamankan

Hukum

Wali Kota Danny  Resmikan Tugu Ikan Knalpot Brong di Fly Over