MAKASSAR, MERATA.NET – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar mulai menyidangkan kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Batua Tahap I, Senin (31/1/2022). Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan untuk 13 terdakwa.
Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) relatif sama untuk 13 terdakwa yang diajukan ke muka sidang majelis hakim secara virtual, juga dengan pengenaan pasal yang sama.
Terkait dengan dakwaan tersebut, Mahbub, penasehat hukum Andi Erwin Hatta menilai dakwaan yang dibacakan oleh JPU Sumir, tidak tepat dan kabur. Alasannya isi dakwaan tidak mengkorelasikan perbuatan dengan fakta hukum yang harusnya muncul.
“Dalam perkara ini ataupun dalam proses pembangunan Puskesmas Batua, Pak Erwin Hatta tidak ada keterlibatan secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana bisa dikatakan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dalam perkara ini,” urai Mahbub.
Dia mengungkapkan, pengenaan Pasal 2 dan 3 Undang-undan (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dalam UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak tepat untuk diterapkan.
“Pak Erwin Hatta dalam kasus ini tidak pernah bertindak ataupun melakukan hal-hal yang ujungnya menguntungkan atau memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Jadi pengenaan pasal itu tidak tepat,” terang Mahbub usai persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (31/1/2022).
Menurut dia, Erwin Hatta sebagai pihak swasta tidak mempunya kapasitas atau kewenangan untuk menentukan pemenang tender proyek pembangunan Puskesmas Batua tahun 2018.
“Kewenangannya Pak Erwin untuk mengatur proyek apa? Pihak swasta dia, tidak pernah ada komunikasi. Kewenangan dia memerintahkan atau mengatur apa? Tidak ada. Semua pelaksana juga kan ditentukan oleh pihak Dinas Kesehatan,” terang Mahbub.
Terkait dengan dakwaan jaksa yang menyebut Erwin Hatta bersama-sama mengatur syarat-syarat perusahaan konstruksi yang layak mengerjakan proyek dan agar pemenang tender proyek ini jatuh kepada PT Sultana Anugerah, Mahbub menyatakan hal itu keliru dan tak berdasar.
“ASN itu diangkat dan disumpah dalam jabatan. Siapapun harusnya tidak bisa mempengaruhi. Apalagi Pak Erwin pihak swasta, saya tekankan kalau Pak Erwin tidak punya kewenangan untuk itu. Dakwaan jaksa menjadi tak berdasar,” jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan pengenaan Pasal 55 ayat (1) ke ke-1 KUHP, Mahbub juga menekankan secara keseluruhan Erwin Hatta tidak memiliki keterlibatan dengan pelaksanaan proyek, apalagi menikmati uang proyek tersebut.
“Ikut terlibat dalam proyek Batua saja, Pak Erwin tidak terlibat, apalagi menikmati. Klien kami tegas termasuk dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) mengaku tidak tahu dan tidak terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut, mulai proses awal sampai akhir,” pungkas Mahbub.
Terkait dengan dakwaan JPU tersebut, penasehat hukum Erwin Hatta menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan. Merujuk pada materi dakwaan, Mahbub menyebutkan akan meminta agar majelis hakim menolak dakwaan JPU tersebut.
Diketahui, selain Erwin Hatta, terdapat 12 orang lain dalam perkara ini yang diajukan ke persidangan, yakni mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Makassar, Naisya T Azikin juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty ketiganya selaku POKJA III BLPBJ Setda Kota Makassar.
Kemudian ada Firman Marwan selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT. Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Gedung Puskesmas Batua Tahap I TA 2018.
Terdakwa lainnya adalah Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari, Anjas Prasetya Runtulalo dan Ruspyanto masing-masing selaku Pengawas Lapangan Pembangunan Gedung Puskesmas Batua Tahap I TA 2018.
Kerugian negara dalam perkara ini merujuk pada hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021, senilai Rp22 miliar lebih. (Dar)