JAKARTA, MERATA.NET- Polemik tambang ilegal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang Kabupaten Gowa tak kunjung usai. Bahkan Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Hutan Wilayah Sulawesi tak kunjung menemukan langkah kongkrit ihwal polemik itu.
Olehnya itu, Fungsionaris Bidang Lingkungan HMI Cabang Gowa Raya Suwandi Sultan menemui langsung Kementrian Lingkungan Hidup Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Hutan di Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta, Jum’at (10/12/2021). Untuk mengadukan permasalahan tersebut.
Suwandi mengatakan selain soal ancaman bencana ekologis daripada penambangan illegal yang sangat massif di DAS Jeneberang seharusnya Balai Gakkum Sulawesi sudah mengambil Langkah kongkrit penindakan terhadap panambang illegal.
“Karena jelas ini bukan hanya kejahatan lingkungan semata tapi dibaliknya ada tindak pidana pencucian barang tambang dalam kegiatan keuangan dan perbankan dikenal adanya pencucian uang atau money loundering, dimana uang yang berasal dari kejahatan “dicuci” melakukan perusahaan jasa keuangan agar menjadi uang yang dianggap “bersih”,” ucap Suwandi dari keterangan tertulisnya yang diterima Merata.net, Sabtu (11/12/2021).
Dia menuturkan, dibidang pertambangan juga dapat terjadi pencucian hasil tambang, penambang – penambang gelap/illegal dapat berhubungan dengan para penambang yang memiliki izin untuk mengadakan transaksi barang tambang yang sah.
Tindak pidana pencucian barang tambang (mining loundering) dalam UU No.4 tahun 2009 di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00.
Menurutnya, langkah kongkrit yang harus dilakukan oleh Balai Gakkum Sulawesi, seharusnya menindak tegas penambang illegal dengan jeratan pidana karena jelas penambang illegal yang massif di Jeneberang perlu keseriusan atau komitmen dari Balai Gakkum Sulawesi dan pihak Kepolisian.
“Agar kejahatan pidana di pertambangan bisa ditindak selain daripada mengancam bencana ekologis yang suatu saat mengancam masyarakat Sulawesi Selatan dan pada khususnya masyarakat Gowa dan Makassar,” tuturnya.
Tak hanya itu, Suwandi juga membeberkan bahwa kualifikasi tindak pidana kegiatan penambangan diluar wilayah izin usaha Plpertambangan pada pasal 158 undang-Ulundang Nlno. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara yang menyebutkan bahwa “setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), atau Izin usaha pertambangan Khusus (IUPR) dipidana dengan denda paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh miliar rupiah).
”Yang unsur-unsur telah terpenuhi diantaranya “Unsur setiap orang”, “Unsur melakukan usaha pertambangan” tanpa IUP (izin usaha pertambangan), IPR (Izin Pertambangan Rakyat), IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), dan telah terbukti melakukan kegiatan tersebut,” bebernya.
Berdasarkan uraian diatas Suwandi menegaskan bahwa jika Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Hutan betul-betul tegas dalam menindak penambang illegal sangat terang dan jelas dalam undang – undang terkait pertambangan mineral dan batu bara untuk menindak penambang illegal.
Akan tetapi terlihat baik pihak dari Balai Gakkum Sulawesi dan Polda Sulsel sangat lemah dalam penegakannya dan diduga ada oknum yang ikut bermain dalam penambangan illegal, terbukti pada saat sidak dilakukan dari Tim terpadu yang diinisiasi oleh Balai Gakkum Sulawesi tak satupun alat berat dan mobil yang mengangkut hasil tambang illegal yang ditahan.
“Ini yang membuat tanda tanya bahwa tim terpadu ini hanya seremonial bahkan saya mengatakan bahwa ini hanya mengugurkan kewajiban saja atas banyaknya laporan dan desakan dari laporan LSM dan pemerhati lingkungan,” pungkasnya.
Terkahir suwandi mengatakan dan menegaskan kepada penegak hukum baik Balai Gakkum Sulawesi dan Polda Sulsel untuk serius dalam menindak penambang illegal.
“Harapan saya setelah mengadukan hal ini ke Kementrian Lingkungan Hidup Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan hidup dan hutan, ada Langkah kongkrit agar ancaman bencana ekologis yang akan mengancam kita semua,” tutupnya. (*)